Sabtu, 12 Mei 2012

Warning



           Ketiaka Rosulullah selesai melaksanakan solat Idul Fitri, tiba-tiba Jibril datang dan meminta Rosulullah menyetujui per-mohonan Jibril, maka mulailah Jibril berdo'a.

"Ya Allah, janganlah Kau terima ibadah puasanya anak yang durhaka kepada orang tuanya", dan Rosulullah menjawap "Amin".
Bagaimana mungkin seorang anak manusia yang dikaruniai akal kemudian bersikap durhaka kepada orang tuanya? Terlebih kepada ibunya yang telah mengandung dengan susah payah. Menjaga dan merawat kandungan dengan penug kasih sayang, kemudian bersimbah darah pada saat melahirkan, bahkan ia pertaruhkan antara hidup dan mati. Ibu merawat sang jabang bayi dengan penuh kelembutan, sementara sang ayah membanting tulang, peras keringat bahkan tak jarang beliau teteskan air mata demi mencari nafkah buat keluarga. Termasuk anak yang tidak pernah mengirimkan do'a buat orang tuanya ketika mereka telah wafat. Minimal ia bacakan alfatihah buat almarhum orang tuanya, Jika ia tidak bisa membaca alfatihah, maka cukup baginya dengan bahasa yang ia mengerti agar Allah mengampuni dosa-dosa orang tuanya.

"Ya Allah, jangan Kau terima ibadah puasanya istri yang durhaka kepada suaminya". Dan Rosulullah menjawap "Amin"
Rosulullah bersabda: "Ridhlo Allah bagi seorang istri adalah saat suaminya ridhlo kepadanya". Bahkan Rosullulah bersabda: "andaikan saja tidak musrik, maka akan aku perintahkan seorang istri menyembah suaminya", Perhiasan dunia ini adalah istri yang solehah. Sebab istri yang solehah itu dapat menjadi teman setianya di dunia ini sampai di kehidupan akhirat nanti. Istri yang mampu menjaga aib suami dan menjaga kehormatan diri, akan menempati syurga bersama hamba allah yang solehah lainya. Bagaimanapun keadaan suami, selama ia tidak memerintahkan istrinya untuk berbuat dosa, maka seorang istri wajip menghormati dan mentaatinya.

Dan yang terakhir Jibril berdo'a; "Ya Allah, jangan Kau terima ibadah puasanya muslim yang tidak memaafkan kesalahan muslim lainya". Dan Rosulullah menjawap "Amin".
Rosulullah bersabda bahwa tidaklah seseorang dikatakan beriman jika ia tidak mampu mencintai sesama muslim sebagaimana ia mencintai dirinya sendirinya. Bukankah sesama muslim itu bersaudara? Bukan sesama muslim nanti akan menjadi saksi keimanan muslim lainya di hadapan Allah ? Bukaknkah yang dikatakan muslim itu itu adalah orang yang pasrah kepada Allah, yang tidak mengedepankan egosentrisnya? Kehendak pribadinya sendiri? Merasa lebih hebat dari yang lainya? Bukankah seorang muslim adalah orang yang selalu merasa berada dalam pantauan Allah dan hanya mengharap belas kasih kepa Allah?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar