Sabtu, 12 Mei 2012

Wahai Suami Jadilah Seperti Umar




        Suatu ketika, seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah: tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Malah cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi tak sepatah katapun terdengar dari khalifah. Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun? Umar berdiam diri karena ingat 5 peran yang dimainkan sorang istri.

Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan seorang laki-laki ada pada matanya, jika ia tak bisa menundukkan pandanganya, niscahya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya. Panah yang tertancap membuat darah berdesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal: syahwat.
Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak di terimanya, ia malah mendapatkan dua kenikmatan: Dunia dan Akhirat. Maka ketika Umar tepikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyayi dengan liukan yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambung raga hingga langit ke tujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangat dalam mencari nafkah.

Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore suami bekerja. Berpeluh keringat, malah tak jarang bermandikan air mata. Mencari sebongkah berlian demi memenuhi kebutuhan keluarga. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga dan memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata bahkan darah tak menguap sia-sia. Ada istri yang siap menjadi pememelihara 24 jam, tanpa bayaran. Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24, dengan penuh cinta, ksih sayang dan miliki rasa yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau di bayar. Nicahya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten dari pada istrinya. Maka tak ada salah mendengarkan omelan istri, karena mungkin ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

Penjaga penampilan
Umunya laki-laki tidak bisa menjaga penampilan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakainya, memilihkan apa yang pantas untuknya. Suami yang menawan adalah wujud ketelatenan istrinya. Andai seorang laki-laki harus membayar perancang busana sekedar untuk membuat match dalam berpakaian, berapa besar uang yang harus dikeluarkanya? Maka sang istri, menjadi penata busana terbaik, karena ia lebih faham dengan selera dan keinginan suaminya.

Pengasuh Anak-anak
Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar, kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju kedepan mengaku? Baik atau buruknya sang tunas tak lepas dari sentuhanya. Umar paham betul akan hal itu. Maka benar jika keluarga adalah sekolah awal bagi anak-anak dan ibu sebagai gurunya.

Penyedia Hidangan
Pulang kerja suami memikul lelah di badan, energi terkuras lantaran beraktivitas seharian. Di meja makan suami cuma tau ada hidangan. Tak perlu suami  memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah milah cabe dan bawang. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik

Dengan mengingat lima peran tersebut, Umar kerap terdiam setiap istrinya mengomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala bebean rumah tangga di pundaknya. Umar hanya mengingat kebaikan kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istr sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah dia menasehati, dengan cara yang abik, dengan bercanda. Hingga terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji. Wahai para suami, jadilah seperti Umar. Wallahu a'lam




Tidak ada komentar:

Posting Komentar