Di UjungSubuh
Minggu, 06 Januari 2013
Surat Al Fatihah (Obat Untuk Semua Penyakit)
Hati harus disucikan terlebih dahulu. Hati kita suci jika kelakuan kita baik dan tidak tercela. Sehingga tazkiyah datang terlebih dahulu sebelum al-ihsaan.
Para sahabat Rasulullah SAW sedang dalam perjalanan dan mereka lelah dan lapar, dan pada saat itu hari sudah menjelang malam. Mereka sampai di suatu perkampungan yang bukan muslim. Mereka menyembah berhala, namun orang Arab terkenal dengan keramah tamahannya, oleh karena itu para sahabat mengharapkan keramah-tamahan, namun mereka tidak di hargai karena suku di kampung itu tidak menyukai Ad Diin Al Islam yang baru tersiar di Arabia. Para sahabat akhirnya bermalam di luar perkampungan itu, karena tidak diijinkan untuk bermalam di dalam. Di malam hari, kepala suku perkampungan itu di gigit ular berbisa.
Dan mereka tidak bisa menyembuhkannya. Kepala suku itu akan mati besok pagi. Mereka akhirnya mendatangi para sahabat Nabi dan meminta mereka untuk menyembuhkannya.
"Apakah kalian memiliki sesuatu untuk menyembuhkan kepala suku kami yang digigit ular berbisa?"
Para sahabat menjawab, "Karena kalian memperlakukan kami dengan bruruk, kalian harus membayar jika kami dapat menyembuhkan kepala suku kalian."
Mereka bertanya, "Berapa?"
Sahabat menjawab, "30 ekor domba."
Mereka menyetujuinya. Salah seorang sahabat mendatangi kepala suku dan membacakan Surat Al Fatihah, dia meniup kepala suku itu yang akhirnya sembuh.
Lalu mereka membawa 30 ekor domba itu dan membawa ke Madinah, dan langsung bertanya pada Nabi, "Ya Rasul Allah SWT! ini yang terjadi, bolehkah kami mengambil domba-domba itu".
Nabi berkata, "Ya! kalian boleh mengambil domba-domba itu karena orang membayar untuk segala pekerjaan, ya seperti kalian lakukan.
"Nabi berlanjut dan mengatakan bahwa di dalam Suratul Al Fatihah, mohon perhatikan, ada obat untuk semua penyakit.
Jadi, Suratul Fatihah bukan saja Fatihahtul Kitab, bukan hanya pembuka Al Qur`an, namun membuka lebih dari Al Qur`an itu sendiri. Al Fatihah membuka pintu nur-nya Allah SWT. Bagaimana Al Fatihah dapat membuka pintu nur-nya Allah SWT? Jika Al Fatihah adalah obat dari segala macam penyakit, maka secara logika Allah SWT, secara langsung menyembuhkan penyakit itu. Bukan rumah sakit, dan tentunya bukan dokter, hanya Allah SWT yang dapat menyembuhkan. Jadi jika Suratul Fatihah sampai di hadapan Allah SWT, maka suratul Al Fatihah dapat membuka pintu doa untuk dapat sampai di hadapan Allah SWT. Sehingga penyakit apapun dapat di sembuhkan.
Ingat, ini adalah Surah Al Fatihah, yang artinya: "that which open", dalam bahasa Indonesia "yang dapat membuka".Bagaimana dapat membuka? Membuka jalan kepada Allah SWT?
Allah SWT berfirman:
Dia yang menciptakan untuk kamu (sehingga kamu dapat mengunakannya) apapun yang terdapat di bumi (apapun semuanya). QS. Al_Baqoroh: 29
Kemudian Allah SWT, mengalihkan perhatian-Nya ke langit. Dan Dia membuat langit ini, tujuh samawaat. Setelah menyelesaikan membuat tujuh samawaat, sehingga diantara dunia ini dengan `arsy-nya Allah SWT terdapat tujuh samawaat.
Allah SWT kemudian melanjutkan menyatakan:
Allah SWT tidak berkata kabiir; namun Dia berkata; `Aku lakukan ini, sehingga dalam ciptaanKu ini ada jalan menuju ilmu. Sehingga dari bumi ke `arsy ada 7 samawaat yang penuh dengan nur, karena dalam Surah An Nur, ayat 35 Allah SWT, meyatakan: Allah SWT melebihi semua cahaya di bumi dan di samawaat. Sehingga ketujuh samawaat berisi penuh akan nur.
Dan bukankah Allah SWT, menyatakan hal ini di Surah Al Hijr, ayat 87: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Qur`an yang agung.
Yang selalu dibaca berulang-ulang, Nabi Muhammad SAW, memberitahu bahwa ayat yang di ulang-ulang ini adalah Suratul Fatihah. Lalu mengapa Nabi Muhammad SAW, membaca ayat demi ayat denga terpisah (dengan jeda) setiap membaca Suratul Fatihah? Ini adalah 7 ayat, dan ada 7, 7 samawaat sehingga Al fatihah bukan saja fatihahtul kitaab namun juga sebagai fatihahtus samawaat. Setiap ayat dari Al Fatihah membuka satu sam`a dan akhir Suratul Fatihah ketika mengucapkan Aamiin.
Ketika Al Fatihah datang di awal shalat, di awal rakaat dan kita membacakannya ayat demi ayat dengan penuh kesadaran, inilah piskologi jalan Allah SWT, dimana bacaan kita naik ke samawaat. Kita berkonsentrasi dalam setiap ayat Al Fatihah, menaikan Suratul Fatihah ke samawaat, dimana ketika mengucap Aamiin, kita sudah sampai di `arsy.
Sumber: Mutiara Amaly (Menembus Hijab)
Tanda-tanda Ajal sudah dekat
Sebagian Para Nabi berkata kepada Malikat pencabut nyawa. "Tidakkah Kau memberikan aba-aba atau peringatan kepada manusia bahwa kau datang sebagai malikat pencabut nyawa sehingga mereka akan lebih hati-hati?"
Malaikat itu menjawab, "Demi Allah, aku sudah memberikan aba-aba dan tanda-tandamu yang sangat banyak berupa penyakit, uban, kurang pendengaran, pengliatan mulai tidak jelas (terutama ketika sudah tua). Semua itu adalah peringatan bahwa sebentar lagi aku akan menjemputnya. Apabila setelah datang aba-aba tadi tidak segera bertobat dan tidak mempersiapkan bekal yang cukup, maka aku akan serukan kepadanya ketika aku cabut nyawanya: "Bukankah aku telah memberimu banyak aba-aba dan peringatan bahwa aku sebentar lagi akan datang? Ketahuilah, aku adalah peringatan terakir, setelah ini tidak akan datang peringatana lainnya." (HR imam qurthubi)
Nabi Ibrahim pernah bertanya kepada Malikat maut yang mempunyai dua mata di wajahnya dan dua lagi di tengkuknya. "Wahai malaikat pencabut nyawa, apa yang kamu lakukan seandainya ada dua orang yang meninggal di waktu yang sama, yang satu berada di ujung timur, yang satu berada di ujung barat, serta di tempat lain tersebar penyakit yang mematikan dan dua ekor binatang melata pun akan mati?"
Malikat pencabut nyawa berkata: "Aku akan panggil ruh-ruh tersebut, dengan izin Allah, sehingga semuanya berada diantara dua jariku, Bumi ini aku bentangkan kemudian aku biarkan seperti sebuah bejana besar dan dapat mengambil yang mana saja sekehendak hatiku." (HR Abu Nu`aim)
Rasulullah SAW memerintahkan agar mayat-mayat orang kafir yang tewas pada perang badar dilemparkan ke sebuah sumur tua. Kemudian beliau mendatanginya dan berdiri di hadapannya. Setelah itu, beliau memanggil nama mereka satu-satu: "Wahai fulan bin fulan, fulan bin fulan, apakah kalian mendapatkan apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian untuk kalian betul-betul ada? Ketahuilah sesungguhnya aku mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhanku itu benar-benar ada dan terbukti."
Umar lalu bertanya kepada Rasulullah. "Wahai Rasul, mengapa engkau mengajak bicara orang-orang yang sudah jadi mayat?"
Rasulullah menjawab. "Demi Tuhan yang mengutus ku dengan kebenaran, kalian memang tidak mendengar jawaban mereka atas apa yang tadi aku ucapkan, Tapi ketahuilah, mereka mendengarnya, hanya saja tidak dapat menjawab" (HR Bukhari Muslim)
Sumber: Mutiara Amaly (Menembus Hijab)
Bahaya Dajjal
Bahaya Dajjal telah diingatkan oleh baginda Nabi dalam banyak hadits, bahkan para Nabi yang terdahulu juga tidak pernah lupa untuk mengingatkan imatmereka tentang fitnah Dajjal ini. Diantaranya melalui hadits Sahih berikut:
"Aku sungguh-sungguh berwasiat agar kamu semua berhati-hati terhadapnya. Tidak ada seorang nabi pun yang tidak memperingatkan kaumnya tentang bahaya Dajjal, namun aku akan memberitahu kalian tentang sesuatu yang tidak pernah diberitahu oleh seorang nabi pun sebelumku kepada kaumnya yaitu bahwa Dajjal itu buta sebelah matanya dan Allah itu tidaklah buta sebelah matanya. (HR. Bukhari)
Perhatikan bagaimana Rasululah dan para Nabi yang terdahulu sangat dalam kebimbangan terhadap finah Dajjal. Ini mewujudkan bahwa fitnah yang akan dibawanya bukan sembarangan. Pastinya bukan fitnah `straight forward` yang mampu dihindari dengan mudah oleh setiap Muslim yang berhadapan dengannya.
Jangan sesekali kita merasa bahwa kita mampu untuk barhadapan dengan kejahatan fitnah yang dibawanya. Bahkan, baginda Nabi, mewasiatkan agar kita sedaya upaya menjauhkan diri darinya, karena fitnah yang dibawa olehnya bisa menjadikan iman tercabut!
"Siapa yang mendengar Dajjal hendaklah dia menjauhinya. Demi Allah, ada seorang lelaki yang datang kepadanya dengan penuh yakin dirinya sebagai seorang mukmin namun ternyata akhirnya lelaki itu kemudian menjadi pengikut Dajjal karena tertupi daya yang dilakukannya." (hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud)
Benteng kita yang paling utama pastinya adalah ILMU, IMAN,dan TAQWA, namun dalam kedaan yang punya iman lemah seperti hari ini, adalah lebih utama kita berdoa kepada Allah supaya dijauhkan dari fitnah ini,
"Apabila seseorang dari kamu telah bertasyahud maka hendaklah dia membaca doa meohon perlindungan Allah dari empat perkara yaitu ya Allah, aku berlindung dengan-Mu dari azab Jahannam, dari azab kubur, dari fitnah hidup dan selepas mati dan dari kejahatan fitnah al-masih Dajjal." (hadis riwayat Muslim)
Semoga kita dan anak cucu kita tidak termasuk dalam golongan yang bertemu dan terpedaya dengannya. Aamiin.
Sumber: Mutiara Amaly (Menembus Hujab)
Faedah Surat Al-Kahfi
"Barang siapa membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum`at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dan Baitul`atiq." (Sunan Ad-Darimi, no 3273, Al-Nasai)
"Barang siapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum`at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum`at." (HR.Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnu Hajar mengomentari hadist ini dalam Takhrij al-Adzkar, "Hadis hasan. "Beliau menyatakan bahwa hadist ini adalah hadist paling kuat tentang surat Al-Kahfi.)
"Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum`at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua Jum`at."
(Al-Mundziri berkata: hadist ini diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Mardawaih dalam tafsirnya dengan isnad yang tidak apa-apa. (Dari kitab at-Targhib wa al-Tarhib: 1/298.)
Dalil yang menjadikan umat muslim dianjurkan membaca surat Al-Kahfi pada terbenamnya matahari pada hari kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum`at.
Di era zaman yang penuh fitnah ini saat ini betapa pentingnya dan faedah membaca surat Al-Kahfi, karena setiap nabi dari nabi Adam Alaihissalam sampai Rasulullah selalu memperingatkan kepada umatnya akan bahaya fitnaj dajjal.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu`anhu mengatakan: Nabi shallallahu`alaihi wa sallam berdiri dan berkata pada umatnya, setelah memuji Allah yang Maha Agung Terpuji. Beliau bersabda mengenai Dajjal, "Aku memperingatkan kalian dari dia, tak seorang nabi pun yang tidak memperingatkan umatnya dari dia. Bahkan nabi Nuh telah memperingatkan umatnya dari dia. Tapi aku akan mengabarkan sesuatu yang belum pernah disampaikan oleh Nabi manapun sebelum aku: "Hendaklah kalian tau bahwa Dajjal itu bermata satu, dan Allah tidak bermata satu" (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam memperingatkan umatnya untuk membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum`at agara terhindar dari fitnah yang paling besar yaitu fitnah Dajjal.
"Barang siapa membaca surat Al-Kahfi di hari Jum`at, maka dajjal tidak bisa menguasainya atau memudaratkannya" (HR. Baihaqi)
Imam Nawawi berkata, "Sebabnya, karena pada awal-awal surat Al-Kahfi itu terdapat/berisi keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kebesaran Allah. Maka orang yang merenungkan tidak akan tertipu dengan fitnah Dajjal. Demikian juga pada akhirnya, yaitu firman Allah: "Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku?..."(QS. Al-Kahfi"102)
Sumber: Mutiara Amaly (Menembus Hijab)
Senin, 31 Desember 2012
Letih
Kebahagiaan bagaikan dataran tertinggi dari yang paling tinggi. Dibutuhkan keseriusan dan keinginan kuat untuk bisa mencapainya. Padahal keseriusan dapat terkecoh oleh masa atau kondisi dan keingginan kuat juga dapat terkikis oleh rasa bosan, hingga akhirnya puncak kebahagiaan itu menjadi sebuah ilusi kehidupan. Barangkali inilah yang dimaksud oleh Allah dengan `maa adrooka mal aqobah` (tahukah kamu apa itu jalan yang mendaki?)
Kebahagiaan itu ada dan pasti ada. Mustahil tidak ada. Untuk mencapainya bukan hanya dibutuhkan keseriusan dan keingginan yang kuat, melainkan juga butuh CINTA. Ya, cinta! Cinta kepada Allah ini, butuh perenungan dan kesadaran atas nikmat Allah yang telah dirasakan.
Sudah merupakan hukum alam ini untuk mendaki sesuatu dibutuhkan alat. Dan alat-alat itu akan terasa aneh dan tidak biasa bagi mereka yang tidak bisa mendengar namanya, apalagi melihat bentuknya. Seperti untuk mendaki gunung, dibutuhkan peralatan seperti altimeter, raicoat, matras dan lain sebagainya yang asing terdengar di telinga sebagian orang. Tapi bagi mereka yang menggemarinya, akan mudak untuk mendapatkannya sehingga pendakian terasa menyenangkan.
Letih memang. Tapi karena senang, mereka happy luar biasa. Begitu pula terhadap pendakian puncak kebahagiaan. Dibutuhkan alat-alat yang terasa aneh dan sangat membosankan oleh sebagian orang, seperti psrah, ibadah, berbuat baik, melepaskan egosentris diri dan lain sebagainya. Bagi seorang salik atau pencari Tuhan, alias pendaki gunung kebahagiaan, akan mudah mendapatkan alat-alat tersebut, dan siap mendaki dengan penuh suka cita. Capek dan sangat melelahkan, itu hal yang wajar. Namun semua akan ternetralisasi oleh rasa senang. Dan bagi para pecinta atau para maniak pendakian, tak akan pernah muncul rasa bosan. Sebab yang merasa bosan itu cuma mereka yang ikut-ikutan.
Begitu pula bagi para pendaki gunung kebahagiaan, ia tidak akan pernah merasa jenuh dan bosan dalam melakukan ibadah dan kebaikan. Sebab mereka yang merasa bosan, hanya mereka yang ibadahnya sekedar ikut-ikutan, alias latah.
Ketegangan saat melakukan pendakian, juga merupakan hal yang wajar. Bahkan di situlah bagian seni dari sebuah pendakian. Memicu adrenalin. Dan tetap waspada agar tak terjatuh dan terus menaiki pendakian hingga sampai di puncak tertinggi. Namun hati-hati, biasanya jika sudah mulai akan sampai pada puncak ketinggian, akan terlihatlah pemandangan indah dan mempesona. Silahkan memandang dan menikmatinya, asal jangan sampai terbuai. Sebab jika sampai terlena, apalagi sampai tidak sadar dan ingin menghampiri keindahan itu, pasti akan terperosok ke dalam jurang yang terjal.
Demikian bagi sang salik. Pencarian Tuhan dan pendakian kebahagiaan, suatu saatpun akan mengalami ketegangan. Baik ketegangan yang ditimbulkan oleh keadaan ekonomi, kedudukan, keluarga atau justru malah bersitegang terhadap sesama manusia. Itu lazim. Biasa dan sangat lumrah. Tapi yang penting tetap berhati-hati agar tidak terperosok jatuh dalam bujuk rayu iblis yang dapat mengakibatkan terpelanting dan masuk ke dalam jurang kenistaan hingga tak dapat lagi melanjutkan pendakian dan menderita selamanya.
Begitu pula bagi para pendaki kebahagiaan, ketika sudah hampir sampai pada puncaknya, biasanya dari posisi itu akan nampak keindahan dunia yang sangat mengairahkan. Ia dapat membuai siapapun pemandangnya. Jika sampai terlena dan tak sadarkan diri, niscaya akan terpeleset dan terperosok ke dalam jurang penderitaan yang sangat dalam. Tinggallah kebahagiaan menjadi impian tak terwujud.
Na`udzubillah.
Sumber:Al-Irsyad
Asuhan Ustad KH. Mahfudin
Dimana Al-Qur`an mu?
Waman yarju loqoo`a ribbihi fal ya`mal amalan soolihan (Barang siapa yang ingin bertemu dengan Tuhannya, hendaklah ia berbuat baik).
Pada tulisan sebelumnya saya pernah menggambarkan perihal kebahagiaan sejati seperti kisah seorang ahli ibadah (abid) yang diwafatkan oleh Allah. Kemudian melaikat Jibril mengajak sang abid itu ke pelataran syurga. Abid pingsan. Begitu sadar, Jibril bertanya, "mengapa engkau pingsan?"
"Wahai Jibril, aku merasakan kenikmatan luar biasa disini. Seandainya kau berikan seluruh isi dunia padaku sebagai pengganti tempat ini, aku tidak mau."
"Ah maasaa?"
"Suwer deh Bril. Aku tidak akan pindah dari sini meski segala kenikmatan kau tawarkan.``
"Mau ndak aku tunjukin tempat yang lebih nikmat dan mempesona dari ini?"
"Inyong ora gelem. Karena mustahil ada keadaan yang lebih nikmat dari pada ini."
Kemudian Jibril membawa abid tersebut ke sebuah keadaan yang sejuta kali lebih hebat dari sebelumnya. Karuan saja abid pingsan beberapa kali. Namun setelah sekian lama Jibril menunggu ia siuman, Jibril bertanya kepadanya.
"Kamu kenapa sih, kok pingsan melulu, lemah jantung ya?"
"Sembarangan!Bril, sungguh keadaan ini tak akan terbayangkan oleh satupun manusia. Ini very-very spektakulerrr...!!" ujar abid sambil mengacungkan dua jempolnya. "Andaikan kau gabungkan dua kenikmatan menjadi satu yakni seluruh isi dunia dan pelataran syurga tadi untuk menggantikan keadaan ini, maka aku tidak rela, wahai Jibril."
"Lebaaay...!! Aku pindahkan kamu ke tempat lain...!
"Jangan Briiill...! inyong orang sudddi.. Karena mustahil ada tempat yang setara dengan tempat ini, apalagi yang lebih baik dari ini. Emangnya kalo boleh tahu, tempat dan keadaan seperti ini, namanya apa Bril?"
"Ini syurga cuy! Baru tau ya? Makanya gaul dooong...! Udah ah, kebanyakan nego nih, kaya calo bae sih. Hayo sekarang ikut saya...!
"Ogah Bril, inyong ura gelem pindah sing kene...!" ratap abid tidak mau saat tangganya diseret Jibril menuju tempat lain.
Sampailah Jibril dan abid di arsy. Singgasana Allah. Pesona dan keindahan berjuta-juta kali lipat ketimbang tempat semula. Tiba-tiba Allah ta`ala datang. Dan diasaat sang abid menatap wajah-Nya, abid pingsan tingkat tinggi. Bahkan sudah mencapai stadium koma. La yahya wala yamut. Begitu sadar, abid langsung tersungkur untuk sujud dan bergetar mengucap subhanallah, masya Allah. Kemudian saat itu Allah mengatakankepada abid. "ya, inilah Aku yang selama ini kamu sembah.''
Sungguh, kenikmatan atau keindahan sejati, atau malah syurga yang sebenarnya adalah saat seorang hamba dan ketika Allah sudah menjadi tujuan dalam hidupnya, maka tiadalah berarti apapun yang ada di bumi ini, bahkan syurga pun tiada menggiurkan. Dahsyatnya, bahwa cara untuk bisa bertemu dengan-Nya adalah amalan soolehan (perbuatan yang baik). Bukan amalan sohehan (perbuatan yang benar). Sebab kebenaran bersifat `relatif` sedang kebaikan adalah kesepakatan.
Shalat adalah mutlaq merupakan satu-satunya cara agar manusia bisa berbuat baik secara universal. `Baik` untuk diri sendiri, terlebih lebih untuk orang lain . Kebaikan yang muncul dari akibat shalat adalah bukan hanya perilaku bijak yang dilakukan untuk orang lain, melain kan juga kecerdasan pribadi secara menyeluruh, baik kecerdasan spiritual, emosional dan intelegensial.
Innassolaata tanha anil fahsya`i wal mungkar. Sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Jadi, shalat selain memunculkan kecerdasan menyeluruh dalam diri seseorang, ia pun menjauhkan pelakunya dari perbuatan-perbuatan yang mema-lukan. Perbuatan busuk bertopeng khusuk. Ia juga menciptakan pribadi yang sejati. Sosok yang sebenarnya. Bukan srigala berbulu domba. Sebab mudah bagi manusia ngebagus-bagusi penampilan-nya. Bahkan manusia sanggup untuk tega mengelabuhi manusia lain denga berpura-pura menjadi sosok figuritas agama, padahal berhati iblis. Kemana-mana hatinya menenteng kompor untuk memanas-manasi orang. Mengajak orang lain untuk membenci apa yang tidak disukainya. Senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang.
"Ah, buktinya tidak sedikit juga kok orang yang shalat tapi bermulut busuk!"
Memang dalam hal ini Allah sendiri telah mengingatkan buat orang yang seperti itu. Fawaylul lil mushollin alladzhiynahum an sholaatihim saahuun. Mari perhatikan kalimat di atas. Yang digunakan adalah kalimat `an sholatihim` yang artinya `tentang shalatnya` bukan `fiy sholatihim` yang berarti di dalam shalatnya. Jadi, yang celaka itu bukan orang yang tidak khusu` dalam shalat, melainkan orang yang shalat namun perbuatannya seperti orang yang tidak shalat.
Oleh karenanya, perlu disadari benar oleh setiap orang yang mendapat perintah shalat itu sendiri. Bahwa shalat berasal dari kata shilah yang berarti hubungan. Sedangkan hubungan memiliki dua arah esensial yakni hubungan kepada Allah dan hubungan kepada sesama makhluk. Ya, seluruh cipataan Allah secara menyeluruh. Inilah yang dimaksud rahmatan lil alamin. kasih sayang untuk seluruh alam.
Perlu juga dicermati bahwa inti dari maksud diutusnya kanjeng Rasul, semata-mata hanya untuk membenahi akhlaq. baru kemudian cara dan strategi pembenahan akhlaq itu diberikan dalam bentuk shalat, puasa dan lain-lain. Bahkan Allah pun langsung ikut campur dalam misi akhlaq ini dengan memberikan Al-Qur`an buat hamba-Nya. Al Qur`an yang menjadi pedoman dan petunjuk hidup manusia tentang tata cara hidup berakhlaqul karimah merupakan solusi yang tidak bisa di tawar untuk mendatangkan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Maka, siapapun yang ingin bahagia, bergurulah kepada Rasul lewat sunnah nya dan kepada Allah lewat Al Qur`an. Niscaya hidupnya akan beres.
Lihatlah Rasulullah yang meletakkan Al-Qur`an di dalam hatinya sehingga menjadi akhlaq dalm hidupnya. Lalu dimanakah kita meletakkan Al-Qur`an?
Jadi kesimpulan dari ulsan yang sangat singkat ini adalah seluruh isi dariajaran islam yang tidak lain untuk terciptanya aklhaq yang mulia. Serta munculnya kecerdasan EQ, IQ dan SQ. Sehingga terbentuklah keharmonisan antara seluruh ciptaan Allah.
"Tapi kok, ada juga orang yang sanggup hafalkan Al-Qur`an, sementara kepribadiannya mirip orang kesetanan?"
Barangkali Al-Qur`an baginya hanya hiasan suara yang dilantunkan lewat bibirnya, bukan petunjuk yang kemudian dijadikan akhlaq. Memang terdapat beberapa alasan ketika seseorang menghafalkan Al-Qur`an. Ada yang karena sebegitu cintanya terhadap Al-Qur`an sehingga ia konsisten untuk juga mengamalkannya. Namun ada juga yang karena menjadi persyaratan akademis kemudian terpaksa ia harus menghafal, bahkan malahan ada yang tadinya memang niat ingin manghafal Al-Qur`an namun ketika dirasa mulai membawa keuntungan secara materi, akhirnya ya sekalian. Jual ayat biar sering dapat panggilan ceramah. Nanti kalau dirasa hafalan Al-Qur`an nya mulai melemah sehingga tidak lagi mampu mnjadi bumbu dalam ceramah sambil atraksi sulap. Lumayan jadi punya dua gelar kan, ya ustadz juga, ya tukang sulap juga.
"Memang ada yang begitu?"
Manakutau...!!!
Sumber: Al-Irsyad
Minggu, 30 Desember 2012
Pasrah
Aslama, secara harfiah berarti pasrah. Jika aslama, yuslimu, islaman diartikan sebagai keselamatan, karena sebuah kepasrahan akan dapat menyelamatkan pelakunanya.
Pasrah memiliki makna menerima hasil dengan rela atas suatu perbuatan yang telah dilakukan. Orang jawa bilang `legowo'. Jadi, pasrah terhadap keadaan bukan berarti diam dan tak melakukan apapun. Melainkan, melakukan segala sesuatu dengan yang tebaik lalu menerima hasilnya dengan lapang dada. Pasrah terhadap takdir atau ketentuan Allah adalah menerima apapun yang diberikan Allah. Sebab pemberian Allah kepada hamba tergantung penilaian-Nya terhadap apa yang telah dilakukan oleh hamba tersebut. Karena Allah punya penilaian sendiri terhadap apa yang dilakukan hamba-Nya. `Laa yanzu-rullaha ilaa ajsaamikum walaa ilaa suwaarikum, walaakinnallaha yanzuru ilaa quluubikum`. Hadis ini menegaskan bahwa Allah lebih melihat hati seseorang dari pada paras, rupa, perbuatan dan segala perniknya.
Bagaimanapun banyak manusia menganggap perbuatan seseorang sebagai riya atau pamer, namun jika sebetulnya yang melakukan justru malah berniat semata-mata karena cintanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberi hasil yang baik di ujung cerita hidupnya. Namun sebaliknya, bagaimanapun banyak manusia menganggap perbuatan seseorang itu iklas dan tulus, namun jika Allah melihatnya sebagai perbuatan ria atau pamer, maka Allah akan menganggapnya sia-sia.
"... Man aslama wajhahu lillahi wahuwa muhsin," (Siapapun yang memasrahkan wajahnya kepada Allah, itulah yang terbaik). Ayat ini meng-indikasikan akan penyerahan total manusia kepada Allah baik jiwa maupun raga. Berbaik sangka atas ketetapan dan peraturan Allah. Bisa juga bermakna, melaksanakan perintah Allah dengan seluruh jiwa raganya. Dengan kata lain, ibadahnya `sepenuh hati`. Maka orang yang seperti ini tidak akan merugi. Ia akan mendapatkan hasil terbaik, di dunia maupun akhirat.
Loh, apa hubunganya dengan hasil di dunia, toh yang dikerjakan sepenuh hati itu adalah ibadah. Sedangkan ibadah kan urusan akhirat?
Segala perbuatan yang baik, jika dilakukan berniat karena ikhlas kepada Allah, ia akan bernilai ibadah. Contoh, seseorang yang bekerja dengan niat mencari nafkah, dimana pendapatannya akan digunakan buat biaya sekolah putra-putrinya yang sedang menuntut ilmu agama, agar kelak mereka bisa menganal Allah dan menjadi penerang hidup bagi sekian banyak ummat manusia, maka pekerjaan yang dilakukan orang tersebut akan berniali ibadah. Bahkan disanalah saatnya Allah ikut campur akan hasil dari pekerjaannya, lantaran niat pekerjaannya telah melibatkan Allah. Pasti Allah akan berikan hasil yang tebaik.
Akan tetapi dalam hal ini, sering manusia salah faham. Banyak diantara mereka yang telah merasa melakukan pekerjaannya niat karena Allah, namun justru hasilnya tidak sesuai dengan harapannya, kemudian mengklaim bahwa Allah tidak fair dalam memberikan hasil. Sungguh , itu adalah persepsi yang keliru! Keilmuan dan pengetahuan manusia sangat terbatas. Tidak akan bisa mengetahui semua maksud dan tujuan perbuatan Allah. Padahal hasil terbaik telah Allah berikan untuk seseorang yang berbuat tulus dan iklas. Namun sekali lagi, karena keterbatasan ilmu manusia, ia tidak bisa menerima kebaikan dari Allah tersebut.
Oleh karenanya, prinsip dasar pasrah adalah mengakui keterbatasan ilmu dan kelemahan diri atas pengetahuan Allah sehingga mampu berhusnudzon atau berbaik sangka kemudian rela atas perbuatan Allah. Fa`alu limaa yuriid. Allah akan melakukan perbuatan yang dikehendaki-Nya. Karena Allah adalah sumber kebaikan, maka mustahil bagi Allah memunculkan kehendak yang buruk. Hanya saja, kehendak Allah sering bertentangan dengan kehendak manusia. Untuk itu, dibutuhkan kepasrahan kepada Allah, minimal melalui do`a sebagai beriku: "Ya Allah, jadikanlah kehendak Mu sesuai dengankehendakku. Dan jadikanlah kehendakku sesuai dengan kehendak-Mu. Lembutkanlah kehendak-Mu untuk kami agar kami bisa rela dan senang atas kehendak-Mu yang belum bisa kami fahami."
Sumber: Al Irsyad