Senin, 31 Desember 2012

Letih




            Kebahagiaan bagaikan dataran tertinggi dari yang paling tinggi. Dibutuhkan keseriusan dan keinginan kuat untuk bisa mencapainya. Padahal keseriusan dapat terkecoh oleh masa atau kondisi dan keingginan kuat juga dapat terkikis oleh rasa bosan, hingga akhirnya puncak kebahagiaan itu menjadi sebuah ilusi kehidupan. Barangkali inilah yang dimaksud oleh Allah dengan  `maa adrooka mal aqobah`  (tahukah kamu apa itu jalan yang mendaki?)
            Kebahagiaan itu ada dan pasti ada. Mustahil tidak ada. Untuk mencapainya bukan hanya dibutuhkan keseriusan dan keingginan yang kuat, melainkan juga butuh  CINTA.  Ya, cinta! Cinta kepada Allah ini, butuh perenungan dan kesadaran atas nikmat Allah yang telah dirasakan.

            Sudah merupakan hukum alam ini untuk mendaki sesuatu dibutuhkan alat. Dan alat-alat itu akan terasa aneh dan tidak biasa bagi mereka yang tidak bisa mendengar namanya, apalagi melihat bentuknya. Seperti untuk mendaki gunung, dibutuhkan peralatan seperti altimeter, raicoat, matras dan lain sebagainya yang asing terdengar di telinga sebagian orang. Tapi bagi mereka yang menggemarinya, akan mudak untuk mendapatkannya sehingga pendakian terasa menyenangkan.
           Letih memang.  Tapi karena senang, mereka happy luar biasa. Begitu pula terhadap pendakian puncak kebahagiaan.  Dibutuhkan alat-alat yang terasa aneh dan sangat membosankan oleh sebagian orang, seperti psrah, ibadah, berbuat baik, melepaskan egosentris diri dan lain sebagainya. Bagi seorang salik atau pencari Tuhan, alias pendaki gunung kebahagiaan, akan mudah mendapatkan alat-alat tersebut, dan siap mendaki dengan  penuh suka cita. Capek dan sangat melelahkan, itu hal yang wajar. Namun semua akan ternetralisasi oleh rasa senang. Dan bagi para pecinta atau para maniak pendakian, tak akan pernah muncul rasa bosan. Sebab yang merasa bosan itu cuma mereka yang ikut-ikutan.

           Begitu pula bagi para pendaki gunung kebahagiaan, ia tidak akan pernah merasa jenuh dan bosan dalam melakukan ibadah dan kebaikan. Sebab mereka yang merasa bosan, hanya mereka yang ibadahnya sekedar ikut-ikutan, alias latah.
           Ketegangan saat melakukan pendakian, juga merupakan hal yang wajar.  Bahkan di situlah bagian seni dari sebuah pendakian. Memicu adrenalin. Dan tetap waspada agar tak terjatuh dan terus menaiki pendakian hingga sampai di puncak tertinggi. Namun hati-hati, biasanya jika sudah mulai akan sampai pada puncak ketinggian, akan terlihatlah pemandangan indah dan mempesona. Silahkan memandang dan menikmatinya, asal jangan sampai terbuai.  Sebab jika sampai terlena, apalagi sampai tidak sadar dan ingin menghampiri keindahan itu, pasti akan terperosok ke dalam jurang yang terjal.

           Demikian bagi sang salik. Pencarian Tuhan dan pendakian kebahagiaan, suatu saatpun akan mengalami ketegangan.  Baik ketegangan yang ditimbulkan oleh keadaan ekonomi, kedudukan, keluarga atau justru malah bersitegang terhadap sesama manusia. Itu lazim.  Biasa dan sangat lumrah.  Tapi yang penting tetap berhati-hati agar tidak terperosok jatuh dalam bujuk rayu iblis yang dapat mengakibatkan terpelanting dan masuk ke dalam jurang kenistaan hingga tak dapat lagi melanjutkan pendakian dan menderita selamanya.
            Begitu pula bagi para pendaki kebahagiaan, ketika sudah hampir sampai pada puncaknya, biasanya dari posisi itu akan nampak keindahan dunia yang sangat mengairahkan.  Ia dapat membuai siapapun pemandangnya. Jika sampai terlena dan tak sadarkan diri, niscaya akan terpeleset dan terperosok ke dalam jurang penderitaan yang sangat dalam. Tinggallah kebahagiaan menjadi impian tak terwujud.
Na`udzubillah.


Sumber:Al-Irsyad
Asuhan Ustad KH. Mahfudin



Dimana Al-Qur`an mu?




            Waman yarju loqoo`a ribbihi fal ya`mal amalan soolihan (Barang siapa yang ingin bertemu dengan Tuhannya, hendaklah ia berbuat baik).
Pada tulisan sebelumnya saya pernah menggambarkan perihal kebahagiaan sejati seperti kisah seorang ahli ibadah (abid) yang diwafatkan oleh Allah. Kemudian melaikat Jibril mengajak sang abid itu ke pelataran syurga. Abid pingsan.  Begitu sadar, Jibril bertanya, "mengapa engkau pingsan?"
            "Wahai Jibril, aku merasakan kenikmatan luar biasa disini. Seandainya kau berikan seluruh isi dunia padaku sebagai pengganti tempat ini, aku tidak mau."
            "Ah maasaa?"
            "Suwer deh Bril. Aku tidak akan pindah dari sini meski segala kenikmatan kau tawarkan.``
            "Mau ndak aku tunjukin tempat yang lebih nikmat dan mempesona dari ini?"
            "Inyong ora gelem. Karena mustahil ada keadaan yang lebih nikmat dari pada ini."
             Kemudian Jibril membawa abid tersebut ke sebuah keadaan yang sejuta kali lebih hebat dari sebelumnya. Karuan saja abid pingsan beberapa kali. Namun setelah sekian lama Jibril menunggu ia siuman, Jibril bertanya kepadanya.
             "Kamu kenapa sih, kok pingsan melulu, lemah jantung ya?"
             "Sembarangan!Bril, sungguh keadaan ini tak  akan terbayangkan oleh satupun manusia. Ini very-very spektakulerrr...!!" ujar abid sambil mengacungkan dua jempolnya.  "Andaikan kau gabungkan dua kenikmatan menjadi satu yakni seluruh isi dunia dan pelataran syurga tadi untuk menggantikan keadaan ini, maka aku tidak rela, wahai Jibril."
              "Lebaaay...!! Aku pindahkan kamu ke tempat lain...!
              "Jangan Briiill...! inyong orang sudddi.. Karena mustahil ada tempat yang setara dengan tempat ini, apalagi yang lebih baik dari ini. Emangnya kalo boleh tahu, tempat dan keadaan seperti ini, namanya apa Bril?"
              "Ini syurga cuy! Baru tau ya? Makanya gaul dooong...! Udah ah, kebanyakan nego nih, kaya calo bae sih. Hayo sekarang ikut saya...!
               "Ogah Bril, inyong ura gelem pindah sing kene...!" ratap abid tidak mau saat tangganya diseret Jibril menuju tempat lain.

              Sampailah Jibril dan abid di arsy. Singgasana Allah. Pesona dan keindahan berjuta-juta kali lipat ketimbang tempat semula. Tiba-tiba Allah ta`ala datang. Dan diasaat sang abid menatap wajah-Nya, abid pingsan tingkat tinggi. Bahkan sudah mencapai stadium koma. La yahya wala yamut. Begitu sadar, abid langsung tersungkur untuk sujud dan bergetar mengucap subhanallah, masya Allah. Kemudian saat itu Allah mengatakankepada abid. "ya, inilah Aku yang selama ini kamu sembah.''
              Sungguh, kenikmatan atau keindahan sejati, atau malah syurga yang sebenarnya adalah saat seorang hamba dan ketika Allah sudah menjadi tujuan dalam hidupnya, maka tiadalah berarti apapun yang ada di bumi ini, bahkan syurga pun tiada menggiurkan. Dahsyatnya,  bahwa cara untuk bisa bertemu dengan-Nya adalah amalan soolehan (perbuatan yang baik).  Bukan amalan sohehan (perbuatan yang benar). Sebab kebenaran bersifat `relatif` sedang kebaikan adalah kesepakatan.

             Shalat adalah mutlaq merupakan satu-satunya cara agar manusia bisa berbuat baik secara universal. `Baik` untuk diri sendiri, terlebih lebih untuk orang lain .  Kebaikan yang muncul dari akibat shalat adalah bukan hanya perilaku bijak yang dilakukan  untuk orang lain, melain kan juga kecerdasan pribadi secara menyeluruh, baik kecerdasan spiritual, emosional dan intelegensial.
            Innassolaata tanha anil fahsya`i wal mungkar.  Sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Jadi, shalat selain memunculkan kecerdasan menyeluruh dalam diri seseorang, ia pun menjauhkan pelakunya dari perbuatan-perbuatan yang mema-lukan. Perbuatan busuk bertopeng khusuk. Ia juga menciptakan pribadi yang sejati. Sosok yang sebenarnya. Bukan srigala berbulu domba. Sebab mudah bagi manusia ngebagus-bagusi penampilan-nya. Bahkan manusia sanggup untuk tega mengelabuhi manusia lain denga berpura-pura menjadi sosok figuritas agama, padahal berhati iblis. Kemana-mana hatinya menenteng kompor untuk memanas-manasi orang. Mengajak orang lain untuk membenci apa yang tidak disukainya. Senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang.
             "Ah, buktinya tidak sedikit juga kok orang yang shalat tapi bermulut busuk!"
              Memang dalam hal ini Allah sendiri telah mengingatkan buat orang yang seperti itu.  Fawaylul lil mushollin alladzhiynahum an sholaatihim saahuun. Mari perhatikan kalimat di atas.  Yang digunakan adalah kalimat `an sholatihim`  yang artinya `tentang shalatnya` bukan `fiy sholatihim`  yang berarti di dalam shalatnya. Jadi, yang celaka itu bukan orang yang tidak khusu` dalam shalat, melainkan orang yang shalat namun perbuatannya seperti orang yang tidak shalat.

             Oleh karenanya, perlu disadari benar oleh setiap orang yang mendapat perintah shalat itu sendiri. Bahwa shalat berasal dari kata shilah yang berarti hubungan.  Sedangkan hubungan memiliki dua arah esensial yakni hubungan kepada Allah dan hubungan kepada sesama makhluk. Ya, seluruh cipataan Allah secara menyeluruh. Inilah yang dimaksud rahmatan lil alamin. kasih sayang untuk seluruh alam.
              Perlu juga dicermati bahwa inti dari maksud diutusnya kanjeng Rasul, semata-mata hanya untuk membenahi akhlaq.  baru kemudian cara dan strategi pembenahan akhlaq itu diberikan dalam bentuk shalat, puasa dan lain-lain.  Bahkan  Allah pun langsung ikut campur dalam misi akhlaq ini dengan memberikan Al-Qur`an buat hamba-Nya.  Al Qur`an yang menjadi pedoman dan petunjuk hidup manusia tentang tata cara hidup berakhlaqul karimah merupakan solusi yang tidak bisa di tawar untuk mendatangkan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Maka, siapapun yang ingin bahagia, bergurulah kepada Rasul lewat sunnah nya dan kepada Allah lewat Al Qur`an. Niscaya hidupnya akan beres.

              Lihatlah Rasulullah yang meletakkan Al-Qur`an di dalam hatinya sehingga menjadi akhlaq dalm hidupnya.  Lalu dimanakah kita meletakkan Al-Qur`an?

             Jadi kesimpulan dari ulsan yang sangat singkat ini adalah seluruh isi dariajaran islam yang tidak lain untuk terciptanya aklhaq yang mulia. Serta munculnya kecerdasan EQ, IQ dan SQ. Sehingga terbentuklah keharmonisan antara seluruh ciptaan Allah.
            "Tapi kok, ada juga orang yang sanggup hafalkan Al-Qur`an, sementara kepribadiannya mirip orang kesetanan?"
Barangkali Al-Qur`an baginya  hanya hiasan suara yang dilantunkan lewat bibirnya, bukan petunjuk yang kemudian dijadikan akhlaq.  Memang terdapat beberapa alasan ketika seseorang menghafalkan Al-Qur`an.  Ada yang karena sebegitu cintanya terhadap Al-Qur`an sehingga ia konsisten untuk juga mengamalkannya. Namun ada juga yang karena menjadi persyaratan akademis kemudian terpaksa ia harus menghafal, bahkan malahan ada yang tadinya memang niat ingin manghafal Al-Qur`an namun ketika dirasa mulai membawa keuntungan secara materi, akhirnya ya sekalian. Jual ayat biar sering dapat panggilan ceramah. Nanti kalau dirasa hafalan Al-Qur`an nya mulai melemah  sehingga tidak lagi mampu mnjadi bumbu dalam ceramah sambil atraksi sulap.  Lumayan jadi punya dua gelar kan, ya ustadz juga, ya tukang sulap juga.
"Memang ada yang begitu?"
Manakutau...!!!




Sumber: Al-Irsyad





             

Minggu, 30 Desember 2012

Pasrah




           Aslama, secara harfiah berarti pasrah. Jika aslama, yuslimu, islaman diartikan sebagai keselamatan, karena sebuah kepasrahan akan dapat menyelamatkan pelakunanya.

Pasrah memiliki makna menerima hasil dengan rela atas suatu perbuatan yang telah dilakukan. Orang jawa bilang `legowo'. Jadi, pasrah terhadap keadaan bukan berarti diam dan tak melakukan apapun. Melainkan, melakukan segala sesuatu dengan yang tebaik lalu menerima hasilnya dengan lapang dada. Pasrah terhadap takdir atau ketentuan Allah adalah menerima apapun yang diberikan Allah.  Sebab pemberian Allah kepada hamba tergantung penilaian-Nya terhadap apa yang telah dilakukan oleh hamba tersebut. Karena Allah punya penilaian sendiri terhadap apa yang dilakukan hamba-Nya.  `Laa yanzu-rullaha ilaa ajsaamikum walaa ilaa suwaarikum, walaakinnallaha yanzuru ilaa quluubikum`.  Hadis ini menegaskan bahwa Allah lebih melihat hati seseorang dari pada paras, rupa, perbuatan dan segala perniknya.

             Bagaimanapun banyak manusia menganggap perbuatan seseorang sebagai riya atau pamer, namun jika sebetulnya yang melakukan justru malah berniat semata-mata karena cintanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberi hasil yang baik di ujung cerita hidupnya.  Namun sebaliknya, bagaimanapun banyak manusia menganggap perbuatan seseorang itu iklas dan tulus, namun jika Allah melihatnya sebagai perbuatan ria atau pamer, maka Allah akan menganggapnya sia-sia.

              "... Man aslama wajhahu lillahi wahuwa muhsin," (Siapapun yang memasrahkan wajahnya kepada Allah, itulah yang terbaik).  Ayat ini meng-indikasikan akan penyerahan total manusia kepada Allah baik jiwa maupun raga. Berbaik sangka atas ketetapan dan peraturan Allah. Bisa juga bermakna, melaksanakan perintah Allah dengan seluruh jiwa raganya. Dengan kata lain, ibadahnya `sepenuh hati`.  Maka orang yang seperti ini tidak akan merugi.  Ia akan mendapatkan hasil terbaik, di dunia maupun akhirat.

             Loh, apa hubunganya dengan hasil di dunia, toh yang dikerjakan sepenuh hati itu adalah ibadah. Sedangkan ibadah kan urusan akhirat?
              Segala perbuatan yang baik, jika dilakukan berniat karena ikhlas kepada Allah, ia akan bernilai ibadah.  Contoh, seseorang yang bekerja dengan niat mencari nafkah, dimana pendapatannya akan digunakan buat biaya sekolah putra-putrinya yang sedang menuntut ilmu agama, agar kelak mereka bisa menganal Allah dan menjadi penerang hidup bagi sekian banyak ummat manusia, maka pekerjaan yang dilakukan orang tersebut akan berniali ibadah.  Bahkan disanalah saatnya Allah ikut campur akan hasil dari pekerjaannya, lantaran niat pekerjaannya telah melibatkan Allah. Pasti Allah akan berikan hasil  yang tebaik.

             Akan tetapi dalam hal ini, sering manusia salah faham.  Banyak diantara mereka yang telah merasa melakukan pekerjaannya niat karena Allah, namun justru hasilnya tidak sesuai dengan harapannya, kemudian mengklaim bahwa Allah tidak fair dalam memberikan hasil. Sungguh , itu adalah persepsi yang keliru! Keilmuan dan pengetahuan manusia sangat terbatas. Tidak akan bisa mengetahui semua maksud dan tujuan perbuatan Allah.  Padahal hasil terbaik telah Allah berikan untuk seseorang yang berbuat tulus dan iklas. Namun sekali lagi, karena keterbatasan ilmu manusia, ia tidak bisa menerima kebaikan dari Allah tersebut.

             Oleh karenanya, prinsip dasar pasrah adalah mengakui keterbatasan ilmu dan kelemahan diri atas pengetahuan Allah sehingga mampu  berhusnudzon  atau berbaik sangka kemudian rela atas perbuatan Allah.  Fa`alu limaa yuriid. Allah akan melakukan perbuatan yang dikehendaki-Nya. Karena Allah adalah sumber kebaikan, maka mustahil bagi Allah memunculkan kehendak yang buruk. Hanya saja, kehendak Allah sering bertentangan dengan kehendak manusia. Untuk itu, dibutuhkan kepasrahan kepada Allah, minimal melalui do`a  sebagai beriku:  "Ya Allah, jadikanlah kehendak Mu sesuai dengankehendakku. Dan jadikanlah kehendakku sesuai dengan kehendak-Mu.  Lembutkanlah kehendak-Mu untuk kami agar kami bisa rela dan senang atas kehendak-Mu yang belum bisa kami fahami."



Sumber: Al Irsyad



Jumat, 28 Desember 2012

Istriku di Neraka




               Teringat akan kisah seorang istri yang sangat solehah. Ibadahnya rajin, melayani suaminya seperti seorang raja.  Tutur katanya halus dan budi pekertinya luar biasa.  Hal itu membuat suaminya merasa aman dan tentram hidup bersamanya. Kepercayaan sang suami terhadap istrinya yang akan tetap bersabar atas segala perilakunya, membuat suami merasa mendapatkan kebebasan untuk berbuat apapun.

                Sang suami mulai berulah dengan melirik wanita lain.  Ketika istrinya mengetahui, dengan bahsa syurga, sang aistri malah menawarkan untuk pologami. Kemudian dengan langkah tenang dan tanpa sedikitpin terbebani atas keberatan istri, akhirnya suami benar-benar menikahi wanita lain. Batin sang istri seolah mulai terasa kacau.  Kini praduga negatifnya mulai sering berwacana. Berasumsi bahkan menilai salah atas tindak-tanduk suaminya, apalagi jika berhubungan dengan istri mudanya.  Suami menyadari akan paradigma istri pertamanya itu. Namun harus bagaimana lagi, wong wanita itu juga kini memiliki status dan derajat yang sama sebagai istrinya.  Dimana suami harus bersikap adil dan bijaksana dalam menghadapi dua karakter istrinya yang berbeda.

              Namun disaat paradigma yang salah dan asumsi buruk serta kekawatiran yang berlebih dari istri pertama membuat ia merasa tersisihkan.  Padahal tidak demikian hakikatnya.
Di saat itulah, ada seorang laki-laki yang memberi perhatian kepadanya, padahal perhatian itu sebenarnya tak lebih baik dari suaminya. Istri solehah tersebut terbuai dan jatuh dalam pengkhianatan cinta abadi.

              Mulai memberi perhatian dengan lelaki haram lewat telepon bahkan menyempatkan untuk melakukan sebuah pertemuan meski tak ada perzinaan dalam pertemuan itu.  Namun keadaan itu telah membuat eluruh malaikat bergunjing lalu meludah lantaran muak melihat istri sholehah tersebut.  Apalagi para malaikat penjaga langit, mereka sempat tutup hidung karena tak tahan dengan bau busuk nafas kehidupan wanita pengkhianat yang padahal adalah seorang istri yang taat beribadah.

            Para malaikat penjaga bumi memberitahukan pengkhianatan sang istri kepada suaminya.  Begitu pula para malaikat penjaga langit, mengabarkan pada suaminya bahwa istrinya yang solehahnya itu kelak akan menghuni neraka yang paling keji. Cuma karena sang suami juga sebetulnya adalah seorang yang faham akan ilmu agama, ia membela istri pertamanya di hadapan seluruh malaikat.

             Wahai para tangan-tangan Allah, bukankah penghianatan yang dulakukan istriku adalah merupakan kebiasaan banyak wanita di atas muka bumi ini lantaran kecewa?"
"Benar wahai suami. Namun perlu kau ketahui, bahwa penghianatan yang dilakukan oleh istrimu itu membuktikan bahwa sifat asal dan watak dasar istrimu itu adalah seorang pengkhianat. Dia bisa sujud di kakimu bukan karena benar-benar memahami bahwa suami adalah seorang yang patut dimuliakan oleh seorang istri, melainkan karena kecukupan yang kau miliki.  Sebab kesolehan wanita yang sejati hanya berangkat dari ilmu dan iman.  Sulit membedakan wanita yang benar-benar sholeh pada saat sang suami memiliki kecukupan. Bisa jadi ia melakukan kesolehan sebagai suatu pekerjaan yang harus dilakukan agar tetap bisa menikamti hidup layak. Wanita yang benar-benar sholeh adalah wanita yang tahu benar bahwa setiap perbuatan akan kembali kepada pelakunya.  Ia mengerti benar bahwa sebejat apapun perbuatan suaminya tidak akan mampu menyeret dirinya ke dalam neraka.  Tidak ada dosa yang dapat ditranfer.  Sehingga ia akan tetap mengabdi dan berbakti serta melayani suaminya bagaikan raja  meski bagaimanapun buruknya akhlaq suami .

            Justru, pada saat suami telah sangat menyakitinya, namun ia tetap istiqomah dan setia, maka Allah semakin ingin mendekat dengan istri tersebut dan memeluk sebagai kekasih. Pengabdian dan kesetiaan yang tak luntur oleh perbuatan durjana seorang suami.  Kemerdekaannya tersembunyi di balik kata cerai dari sang suami, meskipun ia tak menantikannya.

             Tiba-tiba, Izrail mendapat perintah dari Allah untuk segera mencabut nyawa istri selingkuh yang taat beribadah itu, lantaran telah membuat seluruh malaikat penduduk langit dan bumi menjadi resah. Hidupnya berakhir dalam keadaan hatinya menyimpan khianat kepada suami. Bergegas saja malaikat Zabaniyah mengeksekusinya dan mencabik-cabik seluruh isi hatinya yang telah busuk karena pengkhianatan.
Naudzubillah...



Sumber: Al Irsyad